Pages

Powered by Blogger.

About

Pages - Menu

Friday, November 2, 2012

Sebuah Pengungkapan (Tulisan 2)




Entah kapan pasti waktunya
Engkau meniupkan jiwa kedalam raga ini
Entah kapan pasti waktunya
Engkau mengalirkan darah di dalam raga ini
Entah kapan pasti waktunya
Engkau menakdirkan ku tercipta di alam ini

            Dahulu mungkin aku hanya dari setetes air
            Dahulu mungkin aku pun hanya terdiam tanpa kata
            Namun dengan kebesaranmu, aku hadir
            Namun dengan keagunganmu pula aku ada
            Lalu aku berada di tengah-tengah ayah ibu
            Lalu aku pun di titipkanya supaya tumbuh

Waktu demi waktu aku jalani
Waktu demi waktu aku lewati
Kini tak terasa aku pun sudah beranjak dewasa
Kini tak terasa aku pun sudah mengenal apa itu cinta
Cinta yang hadir dari hati
Cinta ini lah yang mengisi hari hari
           
            Tuhan, jadikanlah diri ini selalu mengingatmu
            Tuhan, isilah kehidupan  ini dengan ridhomu
            Walaupun terkadang diri ini lebih sering melupakanmu
            Walaupun terkadang hati ini serasa jauh dari mu
            Tetapi jadikanlah cinta yang hadir  ini cinta yang sejati
            Tetapi jadikanlah juga cinta yang sejati ini memang dari hati
            Entah kapan pasti waktunya
            Engkau menghentikan nafas ini
            Entah kapan pasti waktunya
            Engkau menghentikan denyut nadi ini
            Entah kapan pasti waktunya
            Engkau pada akhirnya menakdirkan ku bertemu cinta yang paling sejati
            Yaitu pulang menghadapmu ya rabbi

                                                                                                Karya : Septiaji Fajar Riyanto

Nama  : Septiaji Fajar Riyanto
Kelas   : 2SA04
NPM   : 16611682

Buah Kesabaran ( Tulisan 3 )




Di sebuah desa yang jauh dari keramaian, terdengarlah suara ayam di ikuti kicau burung nan merdu, menandakan hari sudah pagi. Embun pagi yang masih membasahi dedaunan, kian menambah sejuk udara di desa itu. Dari jauh tampak iringan para petani yang sudah memikul cangkul, hendak ke sawah, di iringi suara alam yang masih terdengar. Dalam iringan para petani itu, terlihat ada seorang anak berpegangan di tangan ayahnya. “ ayah, apa kebun ayah sudah dekat ?” Elvi bertanya. Ayahnya hanya mengangguk. Senyum Elvi pun mengembang, dia berharap cepat tiba di sana karena kakinya sudah mulai pegal berjalan. Wajar jika Elvi bertanya demikian, karena setahu dia, ayahnya adalah seorang buruh di sebuah pabrik tahu. Penghasilanya yang pas-pasan tidak menyurutkan semangat ayahnya Elvi untuk bekerja, namun malang, akhir bulan yang lalu pak Arman terkena PHK, pabrik tahu tempat dia bekerja sudah gulung tikar, kini dia menghidupi keluarganya dengan berkebun kacang kedelai. Ia membeli kebun yang tidak terlalu luas dari hasil tabunganya selama di bekerja dulu.
Elvi dan ayahnya tiba di kebun. Mereka duduk  melepas lelah sejenak sambil menikmati indahnya pemandangan kaki gunung salak yang tampak hijau dari kejauhan. “Elvi mana ibumu ?” ayah tiba-tiba bertanya. “Mungkin masih di belakang yah” jawab Elvi. Sudah menjadi kebiasaan bu Arman untuk membawakan makanan ke kebun untuk istirahat suaminya makan siang. Pak Arman mulai mencangkul, mengolah tanah yang akan di tanami bibit kacang kedelai, Elvi memandangi ayahnya yang sedang bekerja itu. Butiran-butiran keringat mengucur di badan pak Arman, “ Ayah, ada yang bisa Elvi bantu?” Elvi iba melihat ayahnya yang tampak kelelahan itu, “ tak perlu nak, tugasmu hanyalah belajar dengan tekun, supaya kelak kau menjadi orang yang sukses, tak seperti ayahmu ini” ayah memberi nasehat. Elvi mengamininya dalam hati, memang benar kewajibannya hanyalah belajar dengan tekun, agar cita-citanya bisa tercapai dan bisa membanggakan kedua orang tuanya.
“ Elvi, bukanya kamu seharusnya berada di sekolah?” Elvi terkejut dan menoleh, ternyata ibunya sudah ada di belakang. “ ya ampun, ibu, bikin aku kaget aja, Elvi kan masih liburan semester bu, minggu depan baru masuk lagi” Elvi menjelaskan. “oh ya sudah, ibu lupa vi” bu Arman tersenyum. Bu Arman tiba di kebun, tanganya sudah membawa beberapa rantang yang berisi makanan. Tak terasa hari pun sudah siang, mereka pun berkumpul di saung untuk makan siang. Tersaji makanan sederhana, mulai dari ikan asin, sayur asem, sambal terasi dan beberapa ketimun sebagai lalapanya. “hemm, masakan ibu memang terlihat lezat” pak Arman memuji. Senyum ibu mengembang. Mereka pun mulai menyantap makan siang, walau sederhana tapi mereka menikmatinya
Setelah menyantap makan siang, mereka tidak langsung beranjak pergi. “ Ayah, tadi ada pak Rizal datang ke rumah”  ibu memulai pembicaraan “ oh iya, memangnya ada apa bu, pak Rizal datang?” ayah menanggapi serius. “ Itu loh pak, dia menanyakan, kapan tunggakan kontrakan rumah kita di lunasi?”. Terlihat wajah ayahnya Elvi menjadi murung, bukanya pak Arman tidak berniat melunasinya, tetapi memang kondisi ekonomi keluarganya yang sekarang tengah krisis. “Ibu, ayah juga inginya segera melunasi tunggakan kontrakan kita akhir tahun ini, tapi kan ibu tau sendiri, saya baru saja di PHK dan sekarang hanya mengandalkan penghasilan dari kebun ini, doakan saja supaya cepat bisa di panen hasilnya”. Hari sudah mulai sore, senja pun mulai terbenam. Elvi dan kedua orang tuanya meninggalkan kebun, pulang ke rumah.
Elvi yang baru menginjak usia 10 tahun, harus sudah mulai belajar prihatin dengan kondisi keluarganya sekarang. Ia sadar kondisi keluarganya tidak sama seperti dulu lagi, sejak ayahnya di PHK kondisi ekonomi keluarganya serba pas-pasan. Namun dia tetap semangat belajar, agar prestasinya bisa membuat bangga kedua orang tuanya. Malam pun tiba, Elvi dan keluarganya sedang berkumpul di teras depan, kemudian terdengar suara langkah kaki mendekati mereka.
Ternyata Pak Abdul yang datang “ assalamualaikum, maaf menggangu” pak Abdul memberi salam, kemudian Elvi dan keluarganya menjawab. Kedatangan pak Abdul membuat mereka terkejut. Pak Abdul adalah seorang juragan terkenal di desa itu, dia merupakan salah satu pengusaha kacang kedelai yang sukses di desanya. “Oh pak Abdul, ada apa pak malam-malam berkunjung ke rumah kami?” pak Arman bertanya. Kemudian pak Abdul mengutarakan maksud kedatanganya. Ternyata dia tertarik untuk bekerja sama dengan pak Arman dalam mengelola kacang kedelai. Hal ini tentu di sambut baik oleh mereka. “ Pak Arman, setelah kemarin saya berjalan- jalan dan tak sengaja melihat kebun kacang bapak, saya jadi tertarik untuk bekerja sama dengan anda dalam memproduksi kacang kedelai” pak Abdul menjelaskan, rupanya dia tertarik dengan cara pembudidayaan yang di lakukan pak Arman. Menurutnya, lahan perkebunan pak Arman akan menghasilkan yang menguntungkan di kemudian hari, karena terawat dengan baik. Maka akhirnya mereka pun setuju dengan kerja sama itu
            Beberapa bulan kemudian, kebun kacang milik pak Arman sudah siap panen. Pak Abdul dan para pekerjanya lah yang membantu panennya pak Arman. Ternyata memang benar, kacang kedelai pembudidayaan pak Arman hasilnya memuaskan. Kalau biasanya para petani yang lain di desa itu harus bersusah payah sendiri mulai dari panen sampai mejualnya di pasaran, tetapi tidak untuk pak Arman. Semua hasil panenya langsung di beli oleh pak Abdul dan kemudian di kirim ke pabriknya.
            Dari situlah, akhirnya kehidupan keluarga Elvi pun bisa bangkit kembali. Mereka tidak perlu khawatir lagi akan tunggakan kontrakan rumah ataupun biaya sekolah Elvi. Kini pak Arman dan keluarganya telah menjadi keluarga yang sukses, yang serba kecukupan dan Elvi pun tetap bisa mempertahankan prestasi di sekolahnya.

Nama   : Septiaji Fajar Riyanto
Kelas   : 2SA04
NPM   : 16611682
 

Blogger news

Blogroll

About